Translate

Selasa, 26 November 2013

Produktivitas Sawit Unggul Berkelanjutan




Oleh : Ignatius Ery Kurniawan


Produktivitas minyak nabati seharusnya jadi tolok ukur utama bagi perkebunan yang sustainable di dunia. Sebab, melalui produktivitas tinggi, maka penggunaan lahan akan sangat efisien, sehingga mampu memenuhi kebutuhan konsumsi global secara berkelanjutan.

Sustainability (keberlanjutan) kini menjadi kata kunci yang sering dibicarakan. Tak hanya dalam konferensi dan media saja, melainkan sudah merambah ke kantong-kantong produsen kelapa sawit termasuk petani, yang sibuk menanam pohon kelapa sawit demi menyambung hidupnya.
Sulitnya melakukan praktik budidaya terbaik yang sustainable, banyak dirasakan pelaku usaha dan petani hampir di seluruh dunia. Pasalnya, keberadaan standar sustainability yang diracik sebagai prinsip dan kriteria (P&K), melulu mengatur keharusan dan kewajiban yang harus dilakukan.
Sejatinya, standar sustainability seperti P&K Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), menjadi kebutuhan pengusaha dan petani dalam membangun masa depan perkebunan kelapa sawit. Pasalnya, melalui pembangunan perkebunan kelapa sawit yang sustainable, maka keuntungan besar akan mudah tercapai.
Sebagai minyak nabati global yang memiliki produktivitas paling tinggi, minyak sawit menjadi andalan dunia sebagai minyak nabati paling efektif dan efisien. Potensi besar tersebut, menjadi peluang bagi dunia, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi akan minyak makanan dan non makanan  global.
Lantas, kenapa minyak sawit masih sering dipersoalkan?
Sejatinya, produktivitas tinggi yang dimiliki minyak sawit, merupakan kekuatan besar bagi dunia termasuk Indonesia, untuk terus mengembangkan industri minyak sawit dari hulu hingga hilir. Pasalnya, kebutuhan lahan yang digunakan hanya sedikit saja, untuk menghasilkan minyak nabati yang sehat dan aman guna mencukupi kebutuhan konsumsi global yang terus meningkat.
Merujuk data oilworld tahun 2011, lahan perkebunan kelapa sawit dunia yang digunakan hanya 10,9 juta hektar (ha), untuk menghasilkan minyak sawit mentah (CPO) sebesar 55,9 juta ton. Sedangkan produksi minyak kacang kedelai (soybean oil) sebesar 41,4 juta ton, membutuhkan lahan yang sangat luas, hingga 104,2 juta ha.

Produktivitas Jadi Keberhasilan Berkelanjutan

Besarnya luasan kebun soybean hingga 10 kali lipat bila dibandingkan kebun sawit, menggambarkan rendahnya produktivitas yang rata-rata hanya sebesar 0,4 ton/ha/tahun. Dibandingkan produktivitas minyak sawit yang rata-rata mencapai 5,3 ton/ha/tahun, maka CPO layak disebut sebagai minyak nabati paling efisien di dunia.
Seandainya kebun soybean dijadikan lapangan bola, maka dunia akan memiliki lapangan bola sebanyak .... diseluruh dunia. Pastinya, anak-anak di seluruh dunia akan senang bermain bola, sehingga badan menjadi sehat, karena minyak makanan dan non makanan mereka, tercukupi dari minyak sawit yang sehat dan kaya akan vitamin A dan E.
Ancaman terbesar kerusakan planet bumi, sejatinya bukan berasal dari minyak sawit yang bila dikelola secara budidaya terbaik dan berkelanjutan, mampu menghasilkan produktivitas hingga 7 ton/ha/tahun. Tetapi, berasal dari rakusnya penggunaan lahan dari minyak nabati yang rendah produktivitasnya, seperti soybean oil.
Jika deforestasi ingin dihentikan, pemanasan global berhenti, dan kelestarian alam terjaga secara alami, maka bercocok tanam pohon kelapa sawit harus jadi pilihan utama. Sebab, pohon kelapa sawit berasal dari tanaman hutan di negara Afrika, sehingga secara alami mampu adaptif terhadap hewan dan lingkungan sekitar serta menghasilkan oksigen (O2) setiap harinya secara gratis bagi manusia dan planet bumi.
Stop Global Warming? Mari kita menanam pohon kelapa sawit.